Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kampung

Foto: Mbawar, Desa Bajak, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Ke mana pun saya pergi, ingatan selalu membawa saya kembali ke kampung: memungut kembali jejak-jejak kebijaksanaan, fragmen-fragmen kultural, cerita jenaka yang kaya makna, tata keimanan tradisional dan pengalaman-pengalaman mistis-magis.

Kampung adalah tempat pertama saya memproduksi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan untuk merancang imajinasi/gambaran masa depan. Kampung dengan segala bentuk struktur sosial, kelas sosial, dan sistem sosial di dalamnya membentuk identitas/karakter diri saya. 

Indentitas/karakter diri meresap dalam diri dan terungkap dalam sikap mental, pembawaan diri, cara berbicara, dialek, dan lain-lain—meskipun ada beberapa yang tidak sungguh kental. 

Ke mana pun saya pergi, saya membawa identitas kampung. Hal itu berlangsung secara tidak sadar, tapi mewarnai hidup saya—meskipun ada beberapa orang yang tidak mengakui hal ini dan seringkali menipu diri. 

Kampung bukan merupakan hanya pengalaman masa lalu, atau realitas kekinian dengan pelbagai regresif-progresif, maju-mundur, suka-duka, kesepahaman-ketaksepahaman, dan pahit-manis di dalamnya yang tidak bernilai/bermakna untuk masa depan, melainkan juga proyek masa depan yang mesti dipersiapkan dan dituntaskan. 

Ke mana pun saya pergi, saya tidak sanggup melupakan kampung. Kampung adalah benang merah yang menghubungkan tiga dimensi waktu dalam dunia-kehidupan; masa lampau, masa kini, dan masa nanti. Dunia-kehidupan mengitari tiga dimensi waktu itu, sambil memberi makna kepada saya dan semua orang/benda/binatang yang berkaitan dengan saya. 

Makna dunia-kehidupan dapat diproduksi dan dihasilkan, apabila saya sanggup mengenal, memahami, mempertimbangkan, memutuskan dan melakukan baik proyek diri maupun rancangan-rancangan dari orang-orang di sekitar saya. Mengenal diri dan orang lain itu penting, mengingat banyak orang sedang mengalami krisis identitas diri dan rancangan masa depan. 

Untuk dapat mengenal diri, saya tidak hanya merefleksikan diri dan mengkhianati realitas/faktisitas (historisitas, aktualitas, rasionalitas, dan progresivitas) di luar diri saya, tetapi juga memasukkannya sebagai yang tak terpisahkan. Dan kampung adalah sumber nilai, inspirasi, aspirasi, dan preferensi rancangan masa depan agar saya dapat mengenal diri, kampung dan semua orang.

Kampung melahirkan saya. Saya pun harus mereproduksi nilai-nilai, norma-norma dan kebijaksanaan-kebijaksanaan agar kampung tetap eksis dan langgeng sekalipun diterpa pelbagai ekses/gesekan baik dari dalam maupun dari luar. 

Mbawar telah melahirkan saya, lalu apa yang berikan untuk Mbawar?


Melki Deni, alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero Maumere-Flores-NTT.


Post a Comment for "Kampung"