Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Militerisme dan Puisi lainnya

Pixabay.com

CUEK


Cuek adalah ketika aku melayang ke sana kemari, menanggalkan tanda tanya satu persatu, merangkainya seperti menara. Di sana menjenguk wajah di cermin, kutemukan lagi segumpal sulang yang sempat ditiupkan cahaya. Tapi masih ada pertanyaan: Mengapa aku cuek?

Cuek adalah ketika aku raib dari waktumu yang berjalan begitu gesit, dan kau yang suka menggigilkan ruangan. Jam dinding kegerahan. Masih ada sisa pertanyaan: Apa gerangan butir-butir rindumu tak lepas dari air mataku yang mendidih, mengalir di atas cermin ini?


Militerisme

 

Negara tidak peka mendengarkan

suara-suara minor dari bawah meja wakilnya,

atau ia telanjur tuli.

Apakah kalian yakin intel siber, dan buzzer yang berserakan di ruang abstrak itu adalah demokrasi?

Itu candu yang membuat warga negara bisu tuli,

entah sambil menabung murka.

Hari-hari hanya satu teriakan,

Mereka menyebutnya Pancasila

Pancasila.



Kampus


Tiap detik Negara sibuk menghabiskan gelap, menerbitkan terang, dan membebaskan warganya dari tubir-tubir kegelapan.

Warga tak habis-habisnya mengurus negara yang otoriter, dan baper.

Dan mahasiswa sibuk memburu predator, dan dosen-dosen feodal di kampus. Dosen pun hiruk pikuk memberedel mahasiswa yang huru-hara.

Tapi bukankah kampus adalah salah satu jalan panjang menuju pembebasan, keadilan dan kebijaksanaan hidup? Sehingga kebenaran tetap tinggal, enggan tanggal, dan tidak pernah tunggal. 

  *Melki Deni, mahasiswa STFK Ledalero Maumere-Flores-NTT.

 

Post a Comment for "Militerisme dan Puisi lainnya"