Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Zamira, Putri Jelita dan Puisi lainnya

Patiahu, Maumere Timur

Zamira, Putri Jelita

Akhir-akhir ini om tidak pernah makan bareng keluarga di rumah. 
Sebab om bekerja di sebuah kantor di kota; selalu pulang larut malam 
dengan bau parfum yang biasa dipakai oleh mahasiswi kalau mengikuti sebuah pesta. 
Tanta selalu simpan telur buat om makan sebelum tidur malam. Karena tidak dimakan, semut-semut mencurinya dan dibawa ke hutan kecil di belakang toilet. 

Karena peristiwa sedih itu, tiga kali tanta buang telur om ke luar pagar, 
anjing-anjing yang bertuan melahap telur om. Kemudian anjing-anjing beranak 
di bawah kolong jembatan, dan di sudut-sudut rumah. Ketika anjing-anjing imut sudah tua, ponakan om yang lain membunuh, membakar dan memakan daging anjing-anjing itu. 
Waktu itu, istri ponakan om sedang mengandung 5 bulan. 

4 bulan kemudian istri ponakan om bersalin dan melahirkan Zamira, putri jelita dan berwatak lembut. Namun tiap kali Zamira bersalah, ayah dan ibunya panggil dia, anjing—dasar anjing. 
Zamira bingung dan tidak pernah mencari tahu mengapa anjing, bukan Maria Magdalene atau Maria Ozawa? 

Di mana-mana dan kapan saja, ketika Zamira berbicara salah dan bertindak keliru dipanggil anjing—dasar anjing. Itulah sebabnya Zamira, putri jelita berwatak lembut lebih senang bermain dengan anjing-anjing daripada dengan siapapun.

Zamira tidak salah lahir—belum cukup bulan, tapi mereka yang membaptis dia dengan nama binatang berdarah panas. Sedangkan anjing diberi dan dipanggil dengan namanya —lebih manja, jamin dan sayang.
Zamira tidak benar-benar tahu apakah ia lahir dari rahim ibunya, atau entah. 
Barangkali Zamira perlu latihan seumur hidup menjadi manusia yang meyakinkan; 
Mungkin waktu membuat dia tidak lagi seperti sebelumnya. 
Dan mengarang mungkin mengubah arah hidup.


SESUNGGUHNYA

Aku tak tahu mengapa kau berbicara—dunia dan surga,
di dalam pikiranku. 
Dua-duanya tentang kehidupan,
kematian hanyalah soal teknis sebagai persiapan menuju surga. 
Mata tak menangkap apa-apa.
Telinga pingsan. Dan atap bergetar;
awan mendiam. 

Aku tak tahu mengapa tanah mengendap hujan bukan langit,
lalu embun dan hujan lagi.
Bukan karena taat pada hukum gravitasi
atau mana yang lebih dekat;
tapi aku tetap  tak tahu. 
Buku-buku tak mengisahkan apa-apa. 
Teknologi berbohong: manusia mendahului membohongi dia.
Dan beker sunyi;  petir menjilat. 

Aku tak tahu mengapa para pemeluk agama
memeluk rudal dan melahap api. 
Barangkali Tuhan menciptakan manusia sebelum waktu;
Hawa mengandung waktu dan melahirkan api. 
Kitab suci tak berbicara apa-apa. 
Kelahiran tidak membawa pagar.
Dan air yang mengandung racun anti-hidup; hidup menunggal. 

*Puisi Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores NTT. 

Post a Comment for "Zamira, Putri Jelita dan Puisi lainnya"