Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wanita di Rumah Kertas dan Puisi lainnya

Emer Mpaing

Wanita di Rumah Kertas

Wanita itu termometer dari surga nun jauh di sana
yang mengukur
merekam
dan mencatat dalam diam
tekanan suhu lelaki.

Barangkali lelaki panas tidak pada saatnya, 
Dingin sejumlah jari kucing saja, 
Tiap kali hangat; mendatar. 

Wanita itu termometer dunia, 
Dunia lelaki, 
Dunia anak,
Dunia keluarga, 

Wanita itu termometer tetangga,
Tangga rumah
Rumah tangga 
Termometer kota.


Leila Zoraida Takkan Kembali*


Apa gerangan Leila Zoraida, gadis jelita dari Aljier itu;  moriscos?

Dalam mimpi-mimpi kudusnya, putri semata wayang Haji Murad disuruh oleh budak perempuan Nasrani, pengasuh dia sejak ingusan; pergilah ke Spanyol untuk melihat Leila Marièn.

Di dekat rumahnya di Aljier ada gudang bagi cauptivos: orang-orang yang disandera di pesisir Afrika Utara. Para cauptivos diringkus, dipaksa bekerja sambil menanti tebusan. Tidak lazim dijual murah sebagai budak.

Penjara sepi dan sedikit lelaki berkumpul; bercerita tentang kecekatan dalam berperang, keluarga yang harus ditinggalkan atau kerinduan akan kebebasan segara dari tempat pengap, bau dan kumal itu.

Dari jendela kamar rumahnya, Leila Zoraida memutuskan memilih lelaki yang tak pernah dikenal: Ruys Péres de Viedma, kapten infantri pasukan Spanyol yang tertangkap di sebuah pertempuran sengit. Sebab kapten (mungkin masih jomlo?) itu mendapatkan sebuah buntalan uang penebusan dari sandera, dengan syarat Zoraida harus dibawa pergi bersama mereka ke Spanyol, kota Leila Marièn. Tentu sangat setuju. 
Mereka berunding; tak boleh meninggalkan suara dan jejak sekali pun buram. Malam tanpa bulan; binatang-binatang malam mendiam. Para pengaman biasa asyik dengan catur hitam putih dengan berbotol-botol minuman. 
Leila Zoraida, Ruys Péres de Viedma dll. memainkan teater di luar teks. Haji Murad takjub, marah dan serentak pilu. Ayahnya meloncat ke laut; untuk diselamatkan.

Di sebuah pulau sepi, ayah Zoraida ditinggal sendiri, merebah ke tanah, jungkal balik, dan kata tak sanggup berbicara. Ia memeluk janggut dan mencabut rambut; kembalilah, anakku sayang!

Berdoalah kepada Allah, ayahku tersayang, kiranya Leila Marièn menyembuhkan dukamu yang ayah sendiri ciptakan.

Setiba di losmen, Ruys Péres de Viedma memperkenalkan Zoraida, putri Arab yang masih membungkus wajahnya dengan cadar. Putri Aljier itu hanya diam. Sekali berbicara, “bukan Zoraida! Aku Maria. Aku Maria!” Waktu itu Islam dan Kristen sedang berperang merebut entah. 
Dengan wajah dan diamnya, ia sedang mengundang pertempuran hati siapa saja. Identitas etnis dan agama pun lenyap.

Adakah Zoraida Aljier?
Adakah Zoraida Spanyol?
Nama hanya menciptakan pagar!

Terinspirasi dari buku " Si Majenun dan Sayid Hamid", karya Goenawan Mohamad.

*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere-Flores-NTT.

Post a Comment for "Wanita di Rumah Kertas dan Puisi lainnya"