Iptek dan Ajaran Wahyu
|
Ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) sudah dan sedang berusaha membongkar selubung
misteri alam raya. Sebelumnya, manusia tidak berani menyentuh alam raya, karena
dipandang misteri dan memiliki kekuatan-kekuatan mistis. Ketakutan itu
pelan-pelan disingkirkan dan dianggap tidak rasional. Manusia mulai
mengkalkulasi alam dengan
“rasio”-nya
dan menganggap bahwa telah lama manusia dibelenggu oleh dirinya sendiri, karena
tidak sanggup menggunakan rasionya dengan benar. Karakteristik masa ini ialah
penekanan terhadap penggunaan rasio.
Wahyu
seringkali dikonfrontasikan dengan rasionalitas teknologis.
Orang beriman (para penganut
agama-agama wahyu) menolak produk-produk yang dihasilkan teknologi dan sains, dan
rasionalitas pada filsafat tertentu. Saintis meragukan wahyu sambil tidak
percaya pada permenungan filsafat. Filsafat sebaliknya mengutuk sains dan
teknologi yang hanya sibuk menganalisis, menyalin dan mencocokkan teori pada
realitas tertentu. Sains dan teknologi, menurut para filsuf, hanya menangkap
realitas apa adanya dari sebuah objek, bukan ada apa di baliknya, dan bagaimana
seharusnya ke depan! Tentu saja, metodologi ilmu humaniora, teologi dan sains
berbeda-beda, tapi tak jarang dua (entah humaniora dan sains, entah teologi dan
sains, dan sebaliknya) dari mereka menggunakan metodologi yang sama, Akan
tetapi ketiganya kadang-kadang saling menyikut, dan menuduh satu sama lain.
Meskipun demikian kita tidak sedang membahas metodologi-metodologi itu. Kita
hanya perlu merefleksikan keberadaan wahyu di tengah rasionalitas teknologis.
Atau pertanyaan acauannya; bertahankah ajaran wahyu
di tengah rasionalitas teknologi?
Ajaran Wahyu
Dalam
Gereja Katolik, tindakan wahyu Allah tampak dalam diri Yesus dari Nazaret.
Konsili Vatikan II dalam Dei Verbum 4,
dikatakan bahwa Kristus kepenuhan Wahyu.
Hakikat wahyu ialah Allah menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya
dan mengundang manusia untuk hidup bersatu dalam persekutuan dengan
kemuliaan-Nya. Selanjutnya, “berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa
melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut seta dalam
kodrat Ilahi (lih. Ef. 2:18; 2Ptr 1:4)”. Di sini, wahyu tidak hanya menyangkut
akal budi manusia, melainkan seluruh dirinya sebagai pribadi (Georg
Kirchberger, 2012:28) dan juga
mempertegas misteri Trinataris.
Sebelum
wahyu mancapai kepenuhannya, ada tiga tahap dalam proses pewahyuan dari
penciptaan sampai dengan kehadiran Yesus Kristus. Remigius Ceme (2017: 66-67) menulis
tiga tahap wahyu itu; pertama, wahyu
dalam penciptaan. Pada tahap ini, Konsili berbicara tentang manifestasi diri
Allah dalam sabdaNya yang menciptakan segala sesuatu dan tampak dalam rencana
keselamatan yang direncanakan Allah sendiri bagi manusia. Kedua, tahap sesudah kejatuhan manusia dan janji keselamatan.
Setelah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Ia mengangkat mereka untuk
mengharapkan keselamatan (lih. Kej. 3: 15). Ketiga,
tahap dari sejarah bangsa Israel sampai kedatangan Yesus. Adapun pada saat yang
ditentukan Ia memanggil Abraham untuk menjadikannya bangsa yang besar (lih.
Kej. 12:2) sampai dengan Yesus sebagai penyelamat yang dijanjikan-Nya.
Berdasarkan penjelasan di
atas, maka proses pewahyuan diri Allah mencapai
titik kepenuhannya dalam diri Yesus, dan sekaligus membuktikan cinta kasih-Nya
yang tiada akhirnya kepada manusia. Dengan demikian, wahyu dapat dialami
secara pribadi dan publik. Kemudian wahyu sebisa mungkin dibahasakan lewat
analogi dan perumpamaan yang sekiranya sedikit mencapai esensi wahyu itu. Di
sini rasio dan teknologi juga berperan penting.
Iptek: Ancaman
Terhadap Ajaran Wahyu?
Dalam
kebudayaan modern, segala hal dipandang rasional sejauh dapat diperalat,
dimanipulasi, dimanfaatkan, atau diperhitungkan secara matematis dan ekonomis
(Hardiman, 2009: 74). Kekuatan rasionalitas teknologi sudah mengadakan
esksorisme (pengusiran roh-roh) dalam ruang otonom, alam dan masyarakat
(Hardiman, 2003: 98). Rasionalitas teknologi sudah berkuasa, maka manusia dan
agamanya harus tunduk di bawahnya.
Iptek
mestinya membebaskan manusia dari kerja fisik, tetapi dalam kenyataannya
manusia ditindas oleh sistem teknologi. Karena segala sesuatu diteknologisasi,
maka sontak mental masyarakat modern semakin instan, materialis, konsumtif, dan hedonis. Menurut Hardiman, masyarakat
modern adalah rasional dalam bagian-bagian tetapi irasional dalam keseluruhan (op. cit:
76).
Umat
modern adalah sangat rasional—rasionalisasi iman—terhadap ajaran
iman, tetapi irasional terhadap teknologi. Para pemimpin gereja, teolog dan
tidak sedikit umat di dunia tidak jenuh-jenuh merenungkan,
mengontemplasikan dan mengkontekstualisasikan ajaran wahyu kepada umat beriman,
bahwasannya iptek juga tetap berperan penting dalam proses pewartaan karya keselamatan
dari Allah. Justru dalam cara ini, Gereja dapat mewartakan
Allah yang rasional serentak teknologis. Bukankah Allah ada dan eksis
dalam setiap model zaman?
Iptek tidak menjadi ancaman bagi wahyu, kecuali bila dipropagandakan
gerakan-gerakan instrumentalisasi wahyu demi kepentingan-kepentingan tertentu.
Sumbangan Iptek
Beberapa
peran penting teknologi dalam pewartaan Kabar Gembira dan menjelaskan wahyu
Allah. Pertama, iptek sebagai
“medium” dalam mewartakan dan menyalurkan karya-karya kerasulan,
aspirasi-aspirasi Gerejawi, dan terang Sabda Allah melalui situs-situs internet
dan media cetak. Kedua, iptek sebagai
“sumber informasi” tercepat tentang situasi dunia, yang kemudian harus
direnungkan dan diberi aspirasi-aspirasi atas dasar terang Injili. Ketiga, iptek sebagai “penyaring” terhadap
pelbagai model informasi, hoaks, ujaran kebencian, dan radikalisasi ajaran iman
yang dapat mengancam kemapanan penghayatan iman umat. Keempat, iptek sebagai “wadah” bagi umat beriman untuk merenungkan,
menjelaskan dan mempertanggungjawabkan wahyu dan iman di tengah rasionalitas
teknologis. Kelima, iptek “membuka kesadaran”
umat beriman akan keanekaragaman, multikuluturalitas, pluralitas dan internasionalitas
dengan membangun dan menjalin relasi, kerja sama dan dialog lintas batas baik
antara suku, agama, golongan, ras maupun bangsa.
Dalam
Gaudium Et Spes 39, dikatakan “sungguhpun
kemajuan dunia harus dengan cermat dibedakan dari pertumbuhan Kerajaan Kristus,
tetapi kemajuan itu akan sangat penting bagi Kerajaan Allah, sejauh dapat
membantu untuk mengatur masyarakat manusia secara lebih baik”. Dengan memahami
peran penting iptek bagi umat beriman, terutama dalam memperjelaskan dan
menampakkan wahyu di tengah rasionalitas teknologis, maka hendaknya umat
beriman senantiasa menggunakan iptek secara kritis, sadar konteks dan
semata-mata demi Kerajaan Allah dan kebaikan bersama.
Pewahyuan diri Allah akan semakin jelas dan bermakna penting bagi umat, jika umat beriman sanggup membaca, merenungkan dan menjawabi secara bijak kebutuhan-kebutuhan zaman. Dengan demikian, rasionalitas teknologis adalah jalan tengah antara realitas wahyu dan realitas ketertindasan manusia.
Post a Comment for "Iptek dan Ajaran Wahyu"