Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Iptek dan Ajaran Wahyu


Melki Deni

Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sudah dan sedang berusaha membongkar selubung misteri alam raya. Sebelumnya, manusia tidak berani menyentuh alam raya, karena dipandang misteri dan memiliki kekuatan-kekuatan mistis. Ketakutan itu pelan-pelan disingkirkan dan dianggap tidak rasional. Manusia mulai mengkalkulasi alam dengan “rasio”-nya dan menganggap bahwa telah lama manusia dibelenggu oleh dirinya sendiri, karena tidak sanggup menggunakan rasionya dengan benar. Karakteristik masa ini ialah penekanan terhadap penggunaan rasio. Wahyu seringkali dikonfrontasikan dengan rasionalitas teknologis.

Orang beriman (para penganut agama-agama wahyu) menolak produk-produk yang dihasilkan teknologi dan sains, dan rasionalitas pada filsafat tertentu. Saintis meragukan wahyu sambil tidak percaya pada permenungan filsafat. Filsafat sebaliknya mengutuk sains dan teknologi yang hanya sibuk menganalisis, menyalin dan mencocokkan teori pada realitas tertentu. Sains dan teknologi, menurut para filsuf, hanya menangkap realitas apa adanya dari sebuah objek, bukan ada apa di baliknya, dan bagaimana seharusnya ke depan! Tentu saja, metodologi ilmu humaniora, teologi dan sains berbeda-beda, tapi tak jarang dua (entah humaniora dan sains, entah teologi dan sains, dan sebaliknya) dari mereka menggunakan metodologi yang sama, Akan tetapi ketiganya kadang-kadang saling menyikut, dan menuduh satu sama lain. Meskipun demikian kita tidak sedang membahas metodologi-metodologi itu. Kita hanya perlu merefleksikan keberadaan wahyu di tengah rasionalitas teknologis. Atau pertanyaan acauannya; bertahankah ajaran wahyu di tengah rasionalitas teknologi?

Ajaran Wahyu

Dalam Gereja Katolik, tindakan wahyu Allah tampak dalam diri Yesus dari Nazaret. Konsili Vatikan II dalam Dei Verbum 4, dikatakan bahwa Kristus kepenuhan Wahyu.  Hakikat wahyu ialah Allah menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya dan mengundang manusia untuk hidup bersatu dalam persekutuan dengan kemuliaan-Nya. Selanjutnya, “berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut seta dalam kodrat Ilahi (lih. Ef. 2:18; 2Ptr 1:4)”. Di sini, wahyu tidak hanya menyangkut akal budi manusia, melainkan seluruh dirinya sebagai pribadi (Georg Kirchberger, 2012:28) dan  juga mempertegas misteri Trinataris.

Sebelum wahyu mancapai kepenuhannya, ada tiga tahap dalam proses pewahyuan dari penciptaan sampai dengan kehadiran Yesus Kristus. Remigius Ceme (2017: 66-67) menulis tiga tahap wahyu itu; pertama, wahyu dalam penciptaan. Pada tahap ini, Konsili berbicara tentang manifestasi diri Allah dalam sabdaNya yang menciptakan segala sesuatu dan tampak dalam rencana keselamatan yang direncanakan Allah sendiri bagi manusia. Kedua, tahap sesudah kejatuhan manusia dan janji keselamatan. Setelah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Ia mengangkat mereka untuk mengharapkan keselamatan (lih. Kej. 3: 15). Ketiga, tahap dari sejarah bangsa Israel sampai kedatangan Yesus. Adapun pada saat yang ditentukan Ia memanggil Abraham untuk menjadikannya bangsa yang besar (lih. Kej. 12:2) sampai dengan Yesus sebagai penyelamat yang dijanjikan-Nya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka proses pewahyuan diri Allah mencapai titik kepenuhannya dalam diri Yesus, dan sekaligus membuktikan cinta kasih-Nya yang tiada akhirnya kepada manusia. Dengan demikian, wahyu dapat dialami secara pribadi dan publik. Kemudian wahyu sebisa mungkin dibahasakan lewat analogi dan perumpamaan yang sekiranya sedikit mencapai esensi wahyu itu. Di sini rasio dan teknologi juga berperan penting.

Iptek: Ancaman Terhadap Ajaran Wahyu?

Dalam kebudayaan modern, segala hal dipandang rasional sejauh dapat diperalat, dimanipulasi, dimanfaatkan, atau diperhitungkan secara matematis dan ekonomis (Hardiman, 2009: 74). Kekuatan rasionalitas teknologi sudah mengadakan esksorisme (pengusiran roh-roh) dalam ruang otonom, alam dan masyarakat (Hardiman, 2003: 98). Rasionalitas teknologi sudah berkuasa, maka manusia dan agamanya harus tunduk di bawahnya.

Iptek mestinya membebaskan manusia dari kerja fisik, tetapi dalam kenyataannya manusia ditindas oleh sistem teknologi. Karena segala sesuatu diteknologisasi, maka sontak mental masyarakat modern semakin instan, materialis, konsumtif, dan hedonis. Menurut Hardiman, masyarakat modern adalah rasional dalam bagian-bagian tetapi irasional dalam keseluruhan (op. cit: 76).

Umat modern adalah sangat rasionalrasionalisasi imanterhadap ajaran iman, tetapi irasional terhadap teknologi. Para pemimpin gereja, teolog dan tidak sedikit umat di dunia tidak jenuh-jenuh merenungkan, mengontemplasikan dan mengkontekstualisasikan ajaran wahyu kepada umat beriman, bahwasannya iptek juga tetap berperan penting dalam proses pewartaan karya keselamatan dari Allah. Justru dalam cara ini, Gereja dapat mewartakan Allah yang rasional serentak teknologis. Bukankah Allah ada dan eksis dalam setiap model zaman? Iptek tidak menjadi ancaman bagi wahyu, kecuali bila dipropagandakan gerakan-gerakan instrumentalisasi wahyu demi kepentingan-kepentingan tertentu.

Sumbangan Iptek

Beberapa peran penting teknologi dalam pewartaan Kabar Gembira dan menjelaskan wahyu Allah. Pertama, iptek sebagai “medium” dalam mewartakan dan menyalurkan karya-karya kerasulan, aspirasi-aspirasi Gerejawi, dan terang Sabda Allah melalui situs-situs internet dan media cetak. Kedua, iptek sebagai “sumber informasi” tercepat tentang situasi dunia, yang kemudian harus direnungkan dan diberi aspirasi-aspirasi atas dasar terang Injili. Ketiga, iptek sebagai “penyaring” terhadap pelbagai model informasi, hoaks, ujaran kebencian, dan radikalisasi ajaran iman yang dapat mengancam kemapanan penghayatan iman umat. Keempat, iptek sebagai “wadah” bagi umat beriman untuk merenungkan, menjelaskan dan mempertanggungjawabkan wahyu dan iman di tengah rasionalitas teknologis. Kelima, iptek “membuka kesadaran” umat beriman akan keanekaragaman, multikuluturalitas, pluralitas dan internasionalitas dengan membangun dan menjalin relasi, kerja sama dan dialog lintas batas baik antara suku, agama, golongan, ras maupun bangsa.

Dalam Gaudium Et Spes 39, dikatakan “sungguhpun kemajuan dunia harus dengan cermat dibedakan dari pertumbuhan Kerajaan Kristus, tetapi kemajuan itu akan sangat penting bagi Kerajaan Allah, sejauh dapat membantu untuk mengatur masyarakat manusia secara lebih baik”. Dengan memahami peran penting iptek bagi umat beriman, terutama dalam memperjelaskan dan menampakkan wahyu di tengah rasionalitas teknologis, maka hendaknya umat beriman senantiasa menggunakan iptek secara kritis, sadar konteks dan semata-mata demi Kerajaan Allah dan kebaikan bersama.

Pewahyuan diri Allah akan semakin jelas dan bermakna penting bagi umat, jika umat beriman sanggup membaca, merenungkan dan menjawabi secara bijak kebutuhan-kebutuhan zaman. Dengan demikian, rasionalitas teknologis adalah jalan tengah antara realitas wahyu dan realitas ketertindasan manusia.

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment for "Iptek dan Ajaran Wahyu"