Keindahan: Apa itu?
(Simona Filippinone) |
Di
meja belajar aku duduk dan mempermainkan jari-jemari di atas papan tombol
laptop. Ada kisah bahwa semua kata dan idiom yang ditik di papan tombol ini—cerpen, esai, artikel, refleksi, feature, puisi—akan menjelma menjadi sejarah yang mengawetkan
kehidupan. Seandainya aku bisa membahasakan semua yang sempat singgah dan
terlintas dalam hatiku, dan kutulis semuanya pada papan tombol ini, maka
kegelisahan dan kepiluanku akan selesai, dan selanjutnya aku pun bebas.
Di
meja belajar aku duduk dan mengetik kisah ini, ketika gerimis di luar jatuh
kecil-kecil membuat air mata yang mengalir kecil-kecil pada pipiku yang terluka
terasa pedis. Aku teringat seorang gadis, seketika ia mengisahkan
kemalangannya; gugur di medan pertempuran kriteria. Mula-mula entah mengapa sejak
lama lelaki itu merawat pendam pada seorang gadis cantik. Lelaki mencintai
gadis itu dan mengejarnya dengan pelbagai cara, karena gadis itu memenuhi
kriterianya yang ketat. Sekali lagi kriteria yang ketat!
Beberapa
bulan kemudian mereka berpacaran; mengulik masa lalu, melanggengkan masa kini,
dan meramalkan masa nanti yang serba bahagia. Kriteria seolah memiliki sorot
mata yang tajam untuk mengontrol masa kini, menspionase masa depan dan
perlahan-lahan membantai masa lampau. Kriteria menjamin masa depan bahagia,
sebab dia yang mengandung kriteria itu sudah dimiliki.
Mereka
membangun hubungan asmara atas dasar kriteria yang ketat dari sang lelaki.
Sementara gadis itu melanggengkan cinta dengan merawat keindahannya, yang tentu
saja tidak bisa dibeli oleh kriteria. Keindahan gadis itu tentu saja melampaui
kriteria yang ketat sang lelaki.
Gadis
itu sesungguhnya adalah keindahannya yang tidak dapat dibeli oleh kriteria,
sekalipun ketat. Karena gadis itu indah, ia mengandung cinta. Karena gadis itu
indah, ia layak dikejar-kejar seumur hidupnya, sebab manusia hidup hanya untuk
mengejar keindahan, meski bukan hanya pada seorang gadis. Karena gadis itu
indah, sang lelaki harus hiruk pikuk, huru-hara dan pontang-panting menyiapkan
segala sesuatu agar keindahan gadis dapat digenggam dan dimilikinya seumur
hidupnya. Karena gadis itu indah, sang lelaki tidak peduli apa pun yang terjadi
pada dirinya sendiri, bahkan ancaman kematian.
Tapi
mengapa sang lelaki mengejar keindahan si gadis dengan menancapkan kriteria
yang ketat tapi miskin? Kriteria yang ketat tidak hanya mengelabuhi pandangan
indah dalam diri gadis, tetapi juga membutakan pemilik pandangan. Kriteria yang
ketat tidak hanya merusak dan mengaburkan keindahan, tetapi juga mempermisikinkan
keindahan itu.
Suatu
kali gadis itu mengalami “kecelakaan”; ia tidak seperti yang ditetapkan dan
diketatkan oleh kriteria sang lelaki. Sang gadis dicopot dari perangkap
kriteria lelaki itu, dan akhirnya gadis itu bersama keindahannya ditelantarkan
begitu saja. Mereka putus. Sang lelaki mencari sasaran baru dari perangkap
kriteria itu, sedangkan gadis setia merawat keindahan bersama cintanya.
Di
suatu tempat entah di mana, lelaki itu akan bertemu dengan gadis-gadis yang
tidak sesuai dengan kriterianya yang ketat. Kemudian ia bergulat dengan
kriterianya sendiri, dan akhirnya melihat gadis-gadis hanya sebagai objek
semata. Ia tidak menemukan keindahan dalam diri gadis-gadis itu. Pandangannya
disilaukan, tepatnya dikhianati oleh kriterianya yang ketat tapi miskin dan
buta itu.
Kalau
saja lelaki itu dapat mencungkil hatinya, merombak tembok kriteria, dan
membuangkannya ke arus sungai, maka kebutaan dan kemiskinannya akan berakhir,
dan akhirnya ia pun mengenal dan tinggal dalam keindahan. Kalau pun ia mulai
mengenal dan mencari sosok keindahan, ia sudah terlalu tua merawat keindahan
gadis itu.
Aku mengetik kisah ini di meja belajar; berusaha merawat cinta, gadis itu dan keindahan menjadi rindu yang tidak akan terbayar tuntas, kriteria menjadi kenangan semata. Sehingga seketika aku selesai mengetik kisah ini, tidak sedikit orang berani mengejar dan merawat keindahan itu.
Melki Deni
Saya komen dengan puisi ini:
ReplyDeleteMAWAR
di atas meja belajarku
tumbuh mawar merah yang ramah
ia mencintai hujan
dan merawat air mataku
tengah malam aku berteduh di bawah kelopaknya
dan ia mengajarkan aku tentang keindahan
keindahan adalah Tuhan
yang sedang meyembuhkan matamu
menghangatkan alismu