Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

"Bullshit Needs" dan Kegelisahan Ruang Sosial Kita

Melki Deni

Akhir-akhir ini masalah ruang sosial semakin menarik perhatian sosial dan tidak akan pernah terbatas pada kerangkeng konseptual. Kemajuan teknologi informasi mestinya mempercepat dan meningkatkan produktivitas ruang sosial, pemerataan demokrasi ekonomi dan distribusi kesejahteraan sosial. Namun dalam kenyataan kemajuan teknologi informasi justru meningkatkan dan mereproduksi wabah konsumerisme, hedonisme, individualisme, radikalisme dan kekerasan berskala masif dan global. Hal ini dipropaganda oleh obsesi ekonomi kapitalisme neoliberal.

Sengkarut Bullshit Needs dan Kapitalisasi Ruang Sosial

Produksi ruang sosial beralih dari kepentingan kemaslahatan bersama menjadi kepentingan monopoli kapital semata. Ruang sosial direduksi menjadi komoditas ekonomi, dan selanjutnya diproduksi, dan direkonstruksi sedemikian mungkin secara industrial demi perkembangan kepentingan monopoli kapital. Dalam ungkapan lain, produksi ruang sosial hanya berorientasi pada kepentingan monopoli semata. Dari sini timbullah pemaknaan, dan akumulasi pemanfaatan ruang menurut kekuatan-kekuatan kapital, alat produksi dan faktor-faktor produksi masing-masing masyarakat. Dalam The Production of Space (1991), Lefebvre menyatakan produksi dan reproduksi ruang ekonomi secara terus-menerus dalam skala global, merupakan kunci dari keberhasilan kapitalisme untuk memperpanjang nafasnya.

Setiap masyarakat memaknai, menciptakan, mengkontruksi, merepresentasi dan mereproduksi ruang sesuai kebutuhan dan kepentingannya masing-masing. Alih-alih mengakumulasi ruang, masyarakat yang satu justru mengakumulasi masyarakat yang lain yang hidup dan me-ruang di dalam ruang itu. Masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan-kekuatan kapital dan alat-alat produksi dikomodifikasi dan dikomersialisasi oleh masyarakat yang bermodal.

Para pemodal besar selain menguasai dan mengendali ruang, mereka juga menciptakan dan mengkonstruksi masyarakat agar sesuai dengan laju perkembangan dan produktivitas ekonomi. Masyarakat yang berada di dalam ruang yang diciptakan pemodal itu, kemudian dikendalikan dan dibuat sedemikian mungkin agar dapat meningkatkan nilai surplus. Masyarakat hidupdan agar hidup tetap langgengharus bertekuk lutut di bawah kuasa-kendali pemodal, sebab di luar kuasa-kendali seolah-olah tidak ruang kehidupan. Ruang sosial diubah menjadi ruang bisnis ekonomi.

Selanjutnya para pemodal menciptakan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat yang berada di bawah kerangkeng ruang yang sengaja diciptakan oleh pemodal sendiri. Kebutuhan-kebutuhan itu sebenarnya tidak perlu oleh masyarakat, tetapi karena di luar kebutuhan-kebutuhan yang diciptakan itu tidak ada kemungkinan untuk bertahan hidup, masyarakat mau tidak mau harus membeli dan mengonsumsinya. Inilah sekelumit keomongkosongan kebutuhan-kebutuhan: kebutuhan-kebutuhan diciptakan dan dikonstruksi demi kebutuhan-kebutuhan.  

Kesadaran masyarakat mula-mula dibisukan, dimanipulasi dan kemudian dijarah secara membabi buta oleh para pemodal demi kepentingan kapital. Kebutuhan-kebutuhan yang diciptakan oleh pemodal itu disiarkan secara meriah oleh iklan. Bahasa-bahasa iklan selalu menggugah selera dan memantik daya pikat konsumeristik dan hedonistik masyarakat luas. Masyarakat kemudian dikendalikan dan diperbudak oleh Bahasa-bahasa iklan. Di sini iklan, tidak hanya berfungsi memberi informasi, edukasi, tetapi juga manipulasi dan alat kekuasaan.

Obsesi pengejaran uang dan penimbunan harta tanpa batas dijadikan sebagai alat akumulasi kapital, tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat luas akan ruang. Penataan ruang merupakan penataan kekuasaan pemodal yang berpotensi menyingkirkan masyarakat yang tidak bermodal. Akibatnya masyarakat yang tidak bermodal harus mencari ruang baru dan memulai hidup baru di ruang baru itu. Sementara itu ongkos hidup di ruang baru tidaklah murah. Bila masyarakat mampu membangun kehidupansandang, pangan dan papanmaka lama kelamaan masyarakat itu akan menguasai dan mengendalikan sirkulasi kapital.

Masyarakat yang bermodal (pemodal) akan menjarah dan mengkonstruksi ruang itu. Selanjutnya pemodal menciptakan kebutuhan-kebutuhan abstrak, atau kebutuhan-kebutuhan palsu, atau keomongkosongan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat. Mau tidak mau masyarakat membutuhkan dan membeli kebutuhan-kebutuhan yang sengaja diciptakan oleh pemodal tersebut, sebab di luar kebutuhan-kebutuhan yang sengaja diciptakan itu tidak ada hal yang menjamin keberlangsungan hidup masyarakat luas.

Sebetulnya saya tidak membutuhkan ABC Mocca, misalnya, karena tepung kopi yang ditumbuk sudah ada di dapur saya. ABC Mocca sengaja dihadirkan dalam pasar masyarakat dan dikonstruksi sedemikian mungkin agar menjadi kebutuhan. Meskipun mahal, masyarakat membeli ABC Mocca tersebut hanya karena proses konsumsinya instan. Sebaliknya meskipun murah, kopi yang ditumbuk diabaikan karena proses produksi dan konsumsinya membutuhkan waktu yang cukup lama. Di balik secangkir ABC Mocca itu tersembunyi pemalsuan mental, manipulasi kesadaran dan praktik keomongkosongan kebutuhan. Kita memasuki ranah ketidakpastian, kata Giddens, dan kita sedang dikendalikan oleh truk besar tak terkendali, yang bernama globalisasi.    

Kegelisahan Ruang Sosial Kita

  Dewasa ini kita menghadapi dan mengalami sekian banyak model krisis. Globalisasi semakin merambah ke seluruh pelosok karena dipercepat oleh sistem ekonomi kapitalisme neoliberal. Sistem ekonomi kapitalisme neoliberal tumbuh subur di negara-negara berkembang, karena masyarakat miskin di dalamnya diciptakan, dikontruksi, direproduksi dan direpresentasi sedemikian mungkin oleh para pemodal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan palsu (keomongkosongan kebutuhan-kebutuhan) yang sengaja diciptakan demi keuntungan kapital semata.

Tidak ada satu pun ideologi besar yang dapat menghentikan dan menghalangi mesin kendaraan kapitalisme neoliberal ini. Seolah-olah masyarakat yang tidak dapat mengikuti alunan kendaraan kapitalisme neoliberal ini akan dianggap gagap zaman, dan neoprimitif, dan semakin tersingkir dari percaturan dunia. Akibatnya bukan hanya pada ekologis, spasial, dan persaingan pasar bebas semata, tetapi juga degradasi modal dan kesusutan ruang sosial kita.

Ketika ruang sosial kita dikendalikan oleh sistem ekonomi pasar bebas maka kita rentan dihantam oleh pelbagai kejutan krisis yang mendaruratkan keberadaan kita. Alih-alih memulai hidup baru di ruang baru, kita yang berkemampuan ekonomi lemah lembut akan rentan terjajah dengan model baru. Atas nama penataan ruang produksi, penimbunan harta dan akumulasi kapital, kita diciptakan dan dikontruksi oleh pemodal menjadi tidak berdaya, dipinggirkan dan kesadaran dipalsukan.

Ruang sosial kita merupakan suatu locus mandiri yang bebas dari akumulasi kapital dan pengejaran kepentingan bisnis ekonomi politik semata. Ruang sosial kita mesti menjadi ruang bebas berpendapat, mengutarakan ide-ide, mencurahkan narasi besar-kecil kehidupan, saling berkonfrontasi satu sama lain demi urusan kolektif dan kemaslahatan bersama. Kita wajib berkesempatan berdiskusi, membicarakan masalah-masalah aktual, dan membentuk gagasan konstruktif bagi perjalanan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Gagasan ruang sosial ini bertujuan membawa kemaslahatan bersama, kesetaraan, keadilan, dan kebebasan tanpa dibatasi oleh sekat-sekat dengan kepentingan primordial semata. Persoalan ruang abstrak ala Lefebvre dengan segala kebutuhan-kebutuhan palsu di dalamnya dapat teratasi, apabila masyarakat demokrasi sungguh memanfaatkan ruang sosial ini demi kemaslahatan bersama sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945. Namun tidak sedikit para pemodal memperjuangkan dan mempertahankan hidup dalam kerangkeng individualisme dan egosentrisme, sehingga nilai-nilai kemanusiaan universal hanya menjadi bahan permenungan segelintir orang tanpa actus prefentif. Penataan dan pemanfaatan ruang sosial demi kemaslahatan bersama merupakan keharusan, bukan soal bakat sosial.

Soal ketidakadilan, ketidakmerataan, penyusutan dan privatisasi ruang sosial demi kepentingan akumulasi kapital mesti diselesaikan melalui mekanisme filantropi yakni dengan tanggung jawab sosial para pemodal (capitalists social responsibility). Gerakan sosialkonsolidasi intelektual & konsolidasi gerakanyang membebaskan merupakan kemendesakan demi keselamatan ruang sosial.  Dengan melenyapkan kekuasaan monopoli para pemodal atas ruang sosial dan alat-alat penguasaan atas ruang sosial itu, kita dapat merebut kembali ruang sosialruang kemaslahatan bersama itu. Dengan demikian kita dapat melampaui kegelisahan social space kita, melampaui penderitaan hajat hidup kita dan generasi-sosial ke depannya.

*Artikel ini pernah terbit di NTT Progresif 21 Juni 2021. Diterbitkan di sini untuk kepentingan pendidikan.

Post a Comment for ""Bullshit Needs" dan Kegelisahan Ruang Sosial Kita"