Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUNGAI dan Puisi lainnya

Tepi Pantai Nangabanda

SUNGAI


Akulah si sungai itu. Biarlah perahu kertasmu berlayar di atasnya 

dengan tekanan yang entah beratnya,
melepaskan genggaman masa lalu di tepi sungai,
mengarungi lereng dan telaga yang sejak dunia dijadikan menjadi penyembuh luka-luka,
memulihkan hal-hal yang tersembunyi menjadi bunyi.

Tentu saja kau menjatuhkan air matamu pada sungai ini,
air mata yang mengandung racun,
yang membuat aku tak berhenti mengiringi perahu kertasmu,
yang mengembalikan apa saja yang hilang menjadi cerita baru yang tak mudah lumrah.

Kau membentuk cerita lisan menjadi teks puisi ini,
dengan benang-benang waktu, dan bunga di tanganmu
kautanam di samping air matamu yang kaujatuhkan sebelumnya. 
aku berkecipak-kecipak kecil-kecil, 
sambil memikul cinta dan sisa-sisa ganjil hidupmu. 
(Ledalero, 27 Juli 2020) 




PAGAR


di pelataran rumah ia duduk dan melemparkan benih

cintanya ke rumah tetangga. Cinta melayang di udara, sambil menghitung jarak,

waktu, arah, garis dan sasarannya. Tiba-tiba cinta tersangkut di pagar.

Cinta tak mau kembali tanpa menangkap apa-apa, tanpa berdialog

dengan anak tetangga, tanpa melihat hati anak tetangga bekerja.

Barangkali hati anak tetangga itu sudah dicolong oleh anak tetangga yang lain, batinnya. Lalu datanglah kepompong hinggap di benih cinta itu, menutupi telinganya. Cinta pun sedikit tuli.

Cinta melihat sekeliling; tembok pagar berlumut basah, orang-orang sibuk 24 jam, sampah kata-kata yang dibuang begitu saja, daun-daun kering, bekas jalan tikus, dan air mata yang mengandung racun mengalir bebas di batas pagar.

Soalnya bukan cinta yang tersangkut, malah telantar. Melainkan pagar. Itulah sebabnya dia yang melemparrkan cinta dan anak tetangga tidak mengenal cinta sungguh-sungguh.  

Kepompong pergi, dia yang melemparkan benih cinta menanti tiada selesai, anak tetangga pun sudah pergi. Dan cinta tak merana, dan sehat dalam dirinya sendiri.

Di batas pagar cinta hidup dan abadi.

Maumere, 04 Agustus 2020


*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT. 

Post a Comment for "SUNGAI dan Puisi lainnya"