Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidurlah Kekasihku dan Puisi lainnya

Isabella

Tidurlah Kekasihku*


Tidurlah, kekasihku, tajam matamu menembusi sungai yang mengalir 

Mengapa kita masih bercakap-cakap
Sementara waktu menggigil, meleleh 
Kita nyaris tidak nyata di antara maya dan fana

Ketika kepak sayap kupu-kupu di luar jendela terdengar 
Mendadak kau tiada; kepala menyibak ketika mimpi tiba
Sedari tadi aku berdiri di biji matamu, menunggumu
Mengantarmu ke dalam rinduku yang penuh 

Tidurlah, kekasihku, sebelum mimpi menghilang di sana 
Meskipun matamu tak kenyang-kenyangnya melihat,
Tapi buta, bukan?

Tidurlah, kekasihku, sehabis matamu melihat seribu peristiwa 
Tapi hanya menangkap satu: aku-kata-kita dan. 



Sajak-sajak untuk Tuhan

/1/
Ketika aku menulis sajak seperti ini
Suka kunyalakan lampu dalam kepala, agar Tuhan 
semakin tidak nyata, sepi sendiri, dan menyendiri di sana. 
Barangkali Tuhan takut lampu dalam kepalaku, tapi kusaksikan Tuhan
suka membaca sajakku dalam gelap. 

/2/
hujan jatuh di kepalaku, 
airnya mengalir ke dalam otak, dan bertanya
Mengapa Tuhan tidak mau lagi jadi seperti kita? Mungkin surga bakal sepi, 
dan Tuhan harus mati lagi di dalam ayat-ayat sajak ini. 

/3/
Di akhir sajakku ini, 
ayat-ayat mengental, dan kata pun tak berjalan. 
Tuhan pun mencurahkan kecil-kecil darah-Nya ke dalam otak, 
Sajakku hidup, dan aku mati dalam ketidakpastian. 



*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, NTT. 

Post a Comment for "Tidurlah Kekasihku dan Puisi lainnya"