Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kuseka Gerimis dan Puisi lainnya

Dokumen Pribadi

Kuseka Gerimis*

Malam-malam ingin kuseka gerimis yang menyusuri batas-batas nasibku. 
Kuterka kaulah yang mencucurkan butiran gerimis yang ritmis ke dalam batas-batas nasibku,
dan membiarkannya membasahi padang gurun hidupku ini. 

Sungai mataku yang mengalir air mulai berhenti,
Kaukah yang mengalir bersama gerimis, batu-batu keci-kecil, dan air hidup itu. 
Gerimis yang mengalir tidak pernah membenci sungai. Dan kau sembunyikan sisa-sisa kertas putihku di balik sungai yang mengalir. Kemudian kau membuang isyarat ganjil, dan membiarkan aku sendirian menafsirkannya tanpa buku panduan.

Seperti sungai yang mengalir dari gunung yang tinggi—ditindih, namun tidak terhimpit. Dilabrak, namun tidak merana. Diterpa arus badai, namun tidak putus asa. Dicoba berkali-kali, namun tidak binasa—hidup harus dirayakan sampai tuntas. 
Seperti gerimis yang mengalir yang ritmis, menyusuri batas-batas nasibku. 

Maumere, 25 Juli 2020



Di Ruang Tamu

Di ruang tamu—ketika mereka lagi sibuk 

dengan tugasnya masing-masing—bayangan wajahmu bercahaya, 
dan membentuk pigura pada dinding. Pantulan cahaya bulan yang menembusi jendela
mempertegas bentuk seluruh dirimu seutuhnya, 
yang takkan mungkin pergi lagi dari sini. 
Melekat dengan keadaan ini,
melekat dalam diriku.
Memulai perjalanan baru dengan lengkap; aku menancapkan
tulang rusukku menjadi tulang penyangga di sela-sela tulang rusukmu, 
dan tulang rusukkmu menjadi sandaran tulang rusukku. 

*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT. 

Post a Comment for "Kuseka Gerimis dan Puisi lainnya"