Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Melipat Waktu dan Puisi lainnya

Valeria Ngade


Nota Ulang Tahunmu

Perayaan ulang tahunmu berlangsung dengan rumit.
Nota ulang tahunmu membingkisi seluruh hidumu; kado tidak sedikit,
kue tar tak hanya satu, tamu bukan hanya keluarga, sahabat, kenalan, kolega, teman kecil. Namun juga yang tidak diundang, dan bukan kenalan. Semuanya
datang dari empat arah mata angin, dan latar belakang berbeda-beda. 

Kue di atas meja itu menebarkan semerbak keringat orangtuamu. Bau tar menggerak-gerakkan perut, dan
lilin serius mendengarkan gemetar detak jam—saling memandang tanpa kedap-kedip, tanpa senyum, tanpa tahu siapa yang lebih dulu jatuh cinta dan menambah hal-hal perlu diperjuangkan.

Aku ingin jadi kue tar, yang dibutuhkan dan dikenang setiap perayaan ulang tahun.

Aku ingin menjadi lilin yang berkobar-kobar memecahkan kegelapan malam, dan menerangi mata.

Aku ingin jadi bunga yang memberikan kejutan-kejutan indah, cinta dan mengiringi kematian ke pangkuan Tuhan di surga.

Nota ulang tahunmu yang ke sekian ini,
aku teringat kedua orangtua berulang-ulang berulang tahun.
Namun tidak pernah dirayakan.

Nota ulang tahunmu yang ke sekian ini,
aku ingin menyeka waktu.

Ledalero, 28 Juli 2020



Melipat Waktu

Aku tidak lebih dari debu tanah 
yang sempat berkelana di bumi,
Kubayangkan sebelum Adam dan Hawa, 
waktu belum ada. Tuhan pun berhenti, berada, 
dan bergerak di luar waktu. 
Waktu itu sebenarnya tak pernah ada, 
kecuali situasi batas melahirkan batas-batas antara kita dengan siapa, 
dan apa saja. 
Seperti batas antara hidup dan mati, 
dan situasinya sebenarnya berada di luar waktu,
Kita melipat waktu yang sebenarnya tak pernah ada, 
Yang tak pernah berubah, 
Yang tidak pernah berhenti
dalam  relung cinta yang mencari abadi 
dalam waktu, yang tidak pernah ada.
Batas antara kita mengabur, tiada warna, 
tiada garis, tiada jarak.
Seperti kita tidak pernah tahu kapan itu tarik masa lalu, 
Kapan masa depan itu? Dari kapan sampai kapan 
sekarang? Seperti antara cinta dan rindu tidak pernah mengenal waktu.
Sebab waktu memang tak pernah ada. 
Yang dilipat hanyalah pertemuan dan perpisahan dalam perasaan, 
yang berada di luar waktu.
 
 *Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores NTT. 

Post a Comment for "Melipat Waktu dan Puisi lainnya"