Sepi, Puisi dan Kenal Diri (Sebuah Pengantar)
Sebuah Pengantar
![]() |
Sampul Antologi Puisi Secangkir Sepi |
Puisi, selain merupakan ekspresi jiwa (eksternalisasi imajinasi kreatif), ia juga merawat bahasa (utilitas-Refiguratif). Untuk menegaskan hal itu, Patris sedang mengekspresikan kesan-pesan jiwanya dengan puisi. Pada saat yang sama ia sedang merawat bahasa.
Secangkir Sepi
Sepi setia menanti di setiap detik
Tergores dalam secangkir seni
Kugores perlahan berputar
Pada poros sepotong puisi.
…..
Bukan sepi dalam cangkir ialah luka
Namun suka belum tiba
Masih terlintas di depan mata
Akan kuhabisi secangkir sepi.
8 September 2016
Saya sengaja mengambil satu judul Secangkir Sepi dari sekian banyak puisi Patris, untuk memberi pemahaman saya terkait dengan struktur yang dasariah manusia. Sepi adalah pengalaman dasariah manusia. Siapa yang tidak pernah mengenal dan mengalami sepi? Apabila ada, ia adalah kelahiran gagal, dan ia tidak layak hidup.
Hidup manusia begitu dekat dengan sepi. Dan sepi tidak bisa memisahkan diri dari hidup manusia. Sepi adalah pengalaman khusus manusia untuk mengisyaratkan pikiran, perasaan, dan kecemasan-kecemasannya, dengan memperlihatkan ekspresi tertentu. Semua orang mengenal, mengetahui dan memahami bahwa dia sedang sepi, dengan isyarat dan tanda-tanda tertentu.
Semua orang pernah kesepian, tapi tidak semua orang pandai mengekspresikan kesepiannya. Sebagian orang kelihatannya bahagia, ternyata ia sedang membungkus kesepiannya. Sebagian orang kelihatannya sepi, tapi ternyata dia tidak mau mengungkapkan kebahagiaannya. Sepi membuat manusia tidak sendirian.
Sepi menegaskan unsur religius, dan sosial seseorang. Karena sepi, ia mencari Tuhan. Karena sepi, ia mencari dan membutuhkan orang lain. Sepi membuat manusia memberikan diri kepada orang lain, agar orang lain juga dapat memberikan diri kepadanya. Sepi mengundang perhatian, pengakuan dan pelayanan dari orang lain.
Sepi membuat bebas dari kebahagiaan melulu, dan pulang ke ranah permenungan diri agar pada saatnya ia akan bangkit dan merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah bangkit dari kesepian yang mencekam. Dengan demikian sepi ialah pengalaman dasariah manusia agar dapat menegaskan keberadaan dirinya. Karena itu, Patris menyalurkan pengalaman kesepiannya ke dalam puisi berjudul Secangkir Sepi. Dan ia menulis, Sepi setia menanti di setiap detik/ Tergores dalam secangkir seni/Kugores perlahan berputar/Pada poros sepotong puisi.
Setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk mengekspresikan pengalaman sepi; ada yang menulis, menangis, mendengar musik, berjalan-jalan, olah raga, bernyanyi, dan lain-lain. Ada juga orang yang berusaha mengkonfrontasi pengalaman sepi dengan tertawa, dan ekspresi bahagia. Tetapi sepi bagaimana pun cara manusia menyalurkannya, ia tetap dekat dan melekat dengan manusia. Patris menulis, Sepi setia menanti di setiap detik. Sepi tidak hanya menanti, bahkan ia menyerang kesadaran kita. Hal ini tampak ketika kita baru saja mengalami pengalaman bahagia, tiba-tiba kita sepi—meskipun tanpa alasan yang jelas. Di sini sepi mengundang kita masuk ke dalam diri, dan menemukan alasan mengapa tiba-tiba sepi, dan mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan setelah kesepian itu.
Ke mana pun kita pergi, jalan selalu mengarahkan kita kembali ke sepi. Sepi selalu dipandang pengalaman kemunduran. Setiap perjalanan (istilah Patris dalam puisinya; Musafir) mengarahkan kita ke depan. Akan tetapi pada saat yang sama kita menjeda, lalu menoleh kembali jejak langka kita sebelumnya. Mobil dapat berjalan lancar, sebab ia menggunakan spion. Sepi bisa disamakan dengan spion. Setiap ada kemajuan, selalu ada kemunduran. Meskipun langkah kaki kita mengarahkan kita ke depan, namun pikiran kita pada saatnya akan mengantar kita ke masa lalu. Sepi membuat kita menjadi manusia yang sempurna. Dan Patris mengenal, mengetahui dan mengalami pengalaman sepi, dan sebab itu ia sempurna.
Konteks pengalaman sepi yang dialami Patris ialah biara. Ada banyak hal yang menyebabkan penulis mengalami kesepian. Sebab biara menyerang kesadaran penghuninya dengan empat anak panah di tangan; keheningan, kesunyian, kesepian dan kehampaan. Hanya bagaimana penghuni biara membaca, mengenal, mengetahui, merefleksikan, dan mempertimbangkan empat anak panah penguji kesadaran tersebut. Patris tentu sudah mengalami tikaman anak panah itu. Keheningan dan kesunyian mengundang kita masuk ke dalam hal-hal rohaniah; permenungan, doa, meditasi, kontemplasi. Kesepian orang biara lebih pada suasana batin; bisa disebabkan oleh dorongan kecenderungan-kecenderungan yang tidak tercapai.
Ketika kita sedang membaca puisi bertema sepi, sesungguhnya kita sedang membaca sekaligus mendengarkan kesan-pesan kemanusiaan seseorang. Puisi sebagai alat penyaluran kesan-pesan digunakan oleh Patris kini. Namun pada saat yang sama, sebagai seorang mahasiswa, ia sedang merawat bahasa. Ia merawat bahasa dengan belajar bahasa dan menulis karya sastra (puisi).
Pengalaman sepi ialah suatu kesan jiwa. Pengalaman sepi dapat menjadi pesan bagi kita, agar kita siap diserang olehnya dan berani bangkit dari penindasannya. Sebab sepi yang berlebihan akan membunuh kemajuan kita. Dengan demikian, bersama penyair kita membunuh kesepian demi kesepian dalam hidup kita.
—Tulisan merupakan Pengantar pada buku Secangkir Sepi karya Patris Epin Du.
*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere-Flores-NTT
Post a Comment for "Sepi, Puisi dan Kenal Diri (Sebuah Pengantar)"