Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SAMPAH dan Puisi lainnya

Dokumen Pribadi: Lokasi TPA Nangarasong Maumere, NTT


SAMPAH


Sampah adalah orang-orang terbuang, tersingkirkan,

terasingkan karena tidak lagi berguna bagi Negara, agama dan apa saja.

Itu sebabnya ia tak pernah punah, musnah dan menjadi tak lagi sesempurna seperti sejak semula.

Ketika aku ingin membuang sampah seperti ini, mendadak

kubayangkan orangtua terpapar usia lanjut dan telantar dari anaknya

merana meringkih berlalu-lalang tanpa arah, dan tak henti-hentinya menanti kiamat.

Ketika aku ingin membuang sampah seperti ini, mendadak

kuteringat kalian yang jauh di tempat pembuangan akhir—segala yang tak terpakai, limbah dan seluruh yang terakhir—di sana

bertarung merebut sampah-sampah yang dibuang begitu saja di depan,

dan dengan penuh seluruh memeluk dan mensyukurinya tak habis-habisnya.

Ketika aku ingin membuang sampah seperti ini, mendadak

kubayangkan nenek moyang korban penjajahan yang dibasmi, ditelantar dan dibuang begitu saja di tempat sampah, barangkali seperti orang-orang Besipae di zaman kemerdekaan ini, dan dengan air mata yang nyaris kering tak henti-hentinya kucari kemerdekaan.

Ketika aku ingin membuang sampah seperti ini, deritamu semua

terus terdengar sampai di sini, bahkan sampai nanti. Aku pun terhenti

seketika deritamu hadir membungkam,  menyulutkan api yang menyebabkan kita hangus-musnah dalam kobarannya. Ketika aku ingin membuang

sampah seperti ini, seruanmu semua terdengar sampai di sini; tak perlu dibuang, kami memang sampah di matamu! Dan terhenti menghanguskan seluruh usia.

Maumere, 20 Agustus 2020



Pada Suatu Hari di Kampus

Dosen bermondar-mandir di dalam kelas, memberikan kuliah.
Aku pun berlalu-lalang di dunia antah-berantah, memberikan ceramah kepada para wakil rakyat, para bandit, dan membungkus duka mereka yang terbuang, yang kalah, yang terasing nun jauh di sana. Aku tak perlu peduli mahasiswa yang lain entah ke mana, terserah saja!

Dalam setiap kalimat yang dosen sampaikan, selalu saja ada kata ‘duka’ yang lepas dari diktat, dan hilang dari kepalanya. Suatu saat nanti dia pun akan kembali terjebak di dalam duka mereka yang tak kenal lelah, yang tak putus-putus, dan serak-serak dukanya melengking
menjangkau batas-batas jarak,
Terdengar sampai di sini.

*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores NTT.

Post a Comment for " SAMPAH dan Puisi lainnya"