Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Di Bawah Hujan dan Puisi lainnya

Kapela tua 

Di Bawah Hujan

Ketika hujan jatuh ritmis di depan, 
Kuhentikan angin, 
kuhentikan mimpi yang nyaris tak kukenal lagi. 
Daun-daun meneteskan kecil-kecil rintik hujan entah dari mana, 
Hujan yang jatuh memantulkan cahaya kecil-kecil 
ke arah mimpi. 

Ketika mimpi memanggil, 
hujan membela tirai langit, 
memperlambat waktu, 
kupu-kupu pun menunggu seluruh usia, 
tertanam dalam nasibnya. 
Aku pun menjerit deritanya. 
Aku tahu waktu membuat siapa pun sepi sejak semula. 
Duka mereka menjenguk tiap kali kubayangkan bahagia tanpa cacat 
tercatat pada lembar bumi ini. 

Ketika hujan mengalir lembut, 
aku pun tahu siapa yang mempermainkan seluruh usia. 
Kupu-kupu pun berbagi dingin,
Memabukkan mimpi, memahat usia pada sajak ini, 

Ketika mimpi berdiri, 
Aku sudah terlalu tua menolak lupa, 
Mulai membela hujan. 



Kata-Kata Binasa Sepanjang Jalan

Kata-kata binasa sepanjang jalan 
Kata-kata yang basah ketika musim suksesi menghiruk huru-hara di sana
Kata-kata kembali ke kita.

Kusaksikan daun yang jatuh sebelum musim; ranting-ranting mengering,

Sementara pintu kita tidak berdaun lagi
Tidak ada yang menutup kembali! 

Tak ada yang membukakannya. Kita pun menanti, barangkali kata-kata kita tidak binasa di sepanjang jalan. Semoga kata-kata penguasa mengandung racun, yaitu kita!

Ketika kata-kata penguasa tidak mengandung kita
Ketika kata-kata yang basah terserap di sepanjang jalan

Dalam moncong oligarki, kata-kata bukan bahasa, 
Kata-kata bukan gema duka
Kata-kata menjadi hampa
Hampa! 

*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, NTT. 

1 comment for "Di Bawah Hujan dan Puisi lainnya"