Malam Pertama Bersamamu dan Puisi lainnya
MALAM PERTAMA
Kukirimkan kepadamu surat cinta Tuhan, yang sempat kaubalas
Sungai kecil, hujan, bunga, dan bercak darah seperti meterai mengalir pelan di atasnya.
Mengalirlah ke keluar dari waktu. Desah jam dinding menggigilkan kata dalam gaib.
Malam tegak, ketika aku berpijar-pijar di antara batas dan kata.
Malam sebenarnya tidak pernah ada,
Malam yang diciptakan Kata berjalan melintasi kata, bunga, sungai kecil, kelopak mata, dan batas
Kau mengirim surat cinta Tuhan kepadaku, yang tak sempat kubaca
Hujan ritmis berjalan mendahului sungai
Kembali malam merendah, dingin tak mau berbagi
Malam menciptakan bayang-bayang dalam cahaya
Kemudian bunga basah tanpa memuat debu melambai di depan
Ketika pohon berteriak, ia tidak pernah dengar.
Pohon dan bunga tidak pernah bertanya tentang siapa yang menciptakan keindahan
Sampai kita bertanya:
Mengapa kita ada? Namun tidak ada di sana!
Kau mencela waktu yang telah mengembuskan malam
Tiba-tiba kau mengabu dalam Kata, menerka-nerka sebab kita nyaris tidak bersuara
Tapi malam berjalan keluar.
Kau mulai menciptakan malam; menyingkirkan waktu
Mendadak kau mengembuskan sungai kecil dan terpercik ke mana-mana
Tapi malam tak henti-hentinya memotret wajahmu di sana.
Malam pun abadi,
Tapi kita adalah malam pertama, bukan?
Kukirimkan Hujan
Tuhan, kukirimkan padamu hujan yang mendidih ini,
Menjelang malam aku tidak bisa masuk ke dalam tidurku,
Barangkali sudah lama Tuhan tunggu di luar tidurku,
sehabis menaklukkan roda ketidakpastian ini.
Bila kuingin bertemu Tuhan dalam tidur,
hujan jatu ritmis di arah antara tidur dan terjaga,
sambil melepaskan isyarat tunggal
yang sudah sejak lama aku tidak bertanya untuk apa!
Kuterka hujan mulai bosan memercik-mercik langkahku dari depan,
Yang airnya diam-diam merendah ke laut yang tenang lewat sungai yang berlkak-lekuk
Aku tidak pernah bertanya siapakah yang memasukkan hujan itu ke dalam kepalaku,
Berkecipak-kecipak airnya; menyusuri mimpi-mimpi
Melewati usia
Menjelang pagi aku berjalan keluar dari mimpi
hujan masuk ke dalam jagaku, sejenak kemudian hujan menjelma batu
Di dalam kepalaku, batu berdiri dan berjarak dengan Tuhan
Batu membesar melewati kepala, menguasai nama, kata dan dunia.
Tuhan, kukirimkan padamu hujan yang membatu ini.
*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
Post a Comment for "Malam Pertama Bersamamu dan Puisi lainnya"