Dermaga (Karya Melki Deni)
Melki Deni |
Dermaga
tidak bertanya mengapa kau menunggu sampai terhantar dibakar kesepian yang
meletihkan itu. Kau menjenguk wajahmu di laut biru gelap itu: Menduga-duga
sebab-sebab kegetiranmu. Melemparkan beberapa butir kerikil ke ombak, airnya berkecipak
kecil-kecil, dan ikan-ikan kecil mengerubungi kerikil-kerikil itu.
Dermaga
tidak bertanya berapa jumlah air matamu yang jatuh ritmis, mengalir hingga
menjelma air laut itu; mengantarmu ke tepian, atau menghanyutkan kesepianmu ke
dasar laut yang tak berujung itu. Lalu pelan-pelan kau membantai ketidaktentuan
waktu.
Dermaga
tidak bertanya untuk apa kau duduk, memandang ke arah jauh di seberang, dan
menghitung ombak yang memerciki kepalamu itu. Memusnahkan kesepian, dan
menjemputmu sampai pelabuhan.
Dermaga
tidak bertanya berapa koran yang kau baca hari ini, yang menyebabkan kau
merenung, murung, dan berkabung lantaran kesepian yang diam-diam membunuh itu.
Tetapi kau selalu yakin dermaga adalah persinggahan sementara antara pergi dan pulang; Jarak mahatipis antara yang sementara dan abadi. Bahwa pergi adalah sementara. Pulang adalah abadi.
16/01/22
Melki Deni, mahasiswa STFK Ledalero Maumere-Flores-NTT.
Post a Comment for "Dermaga (Karya Melki Deni)"