Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sepiku pun Berguguran dan Puisi lainnya

Pantai Krokowolon Maumere


Sepiku pun Berguguran

Laut menggelombang di bawah angin sampai ke tepian

Menghapus beberapa huruf pada tulisan di atas pasir putih.

Daun-daun kering beterbangan ke sana kemari tanpa tenaga

Sehabis terlepas dari rantingnya. Menyisakan beberapa hal yang tak sempat diucapkannya pada pohon sebelum minggat. Sementara itu burung-burung mengepak-ngepakkan sayapnya di atas ranting pohon yang baru saja ditinggalkan daun-daunnya.

Daun-daun itu meninggalkan sepi pada ranting. Tapi ketika burung-burung mencicit kecil-kecil, ranting itu terhibur. Burung-burung mengayunkan ranting itu, sambil memberikan tafsiran setiap gelombang yang datang dan pergi itu; gelombang permukaan memperbarui makna, sedang gelombang bawah mengembalikan masa lalu yang tak berfungsi lagi. Sepiku pun berguguran saat menyaksikan gelombang, tepi pantai, daun-daun yang diayunkan angin, burung-burung kecil dan ranting.

Semua kesepian memiliki kisah berbeda, dengan gejolaknya berbeda pula!


Jalan Menuju rumahMu

 

1/

Sesungguhnya jalan menuju rumahMu begitu dekat.

Ketika aku mendekat, rumahMu makin menjauh.

Susah benar menyeberang jalan-jalan menuju rumahMu pada garis-garis peta ini,

Matahari tidak pernah tua, yang mengirimkan warna di laut,

menghijaukan hutan-hutan yang kini plontos,

menjaga rumah-rumahMu yang kesepian.

 

2/

Jalan memang dibangun untuk kehidupan,

Yang tak henti-hentinya merangkai kebenaran.

Yang menciptakan pertanyaan-pertanyaan, kemudian dijawab sendiri-sendiri. Sebab pertanyaan adalah jalan menuju kebijaksanaan, dunia yang luas.

 

3/

“Mengapa aku berada di sini dengan orang-orang asing?” tanya seorang calon imam yang tersesat itu. Sejak ia dilemparkan dari rumah keluarga sederhana, memorakporandakan orang-orang yang sangat menyayanginya, mengoyak-koyakkan beberapa daun bunga-bunga di tepi jalan, dan beberapa kali menebarkan pijar-pijar keindahan di sana sini. Yang menyebabkan tak henti-hentinya mengejarnya setengah mati. Yang menyebabkan ia tak lekang oleh zaman.

 

4/

Kini ia tersesat di sela-sela tembok filsafat dan teologi,

di antara imajinasi dan dunia-kehidupan,

di antara pragmatisme dan idealisme,

di antara kebenaran dan kebohongan,

di antara kebijaksanaan dan kemunafikan,

di antara buku dan pintu.

 


*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero Maumere-Flores-NTT.

 

Post a Comment for "Sepiku pun Berguguran dan Puisi lainnya"