Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Selamat Jalan Penyair dan Puisi lainnya

Melki Deni


AumanMu


AumanMu dari Sion terdengar sampai kini, 

seketika langit dan bumi berguncang-guncang, 

seketika dunia berlari begitu gesit. Sementara jutaan orang 

masih merangkak di bawah permainan bahasa  dan cerita-cerita besar kekuasaan.

Tanah kehilangan kesuburan sejak revolusi industri,

sawah-sawah dan kebun tidak mengalirkan beras,

sungai pun mengalirkan racun ke seluruh arah,

air racun terbit mengalir tanpa henti dari poros-poros industri,

udara dikepung asap pabrik yang menghanguskan siapa dan apa saja


Kota-kota tidak pernah sunyi, 

dikeroyok ramai-ramai oleh kebisingan mesin-mesin,

langit diduga mendung, ternyata bingung entah ke mana

sementara tanah rakyat biasa dirampas sampai tuntas, 

hutan-hutan di kampung masyarakat adat dikoyak-koyak ekskavator sampai plontos,

Oleh sebab modal, pemilikan pribadi, pasar bebas, persaingan pasar, dan industrialisasi di mana-mana

tuan-tuan menolak keturunan dari masa depan. Menghentikan Waktu, melanggengkan uang.

Sejak tuan-tuan membantai dan membasmi orang-orang yang tak bersalah di tanahnya sendiri.

 Ledalero, 10 Oktober 2021.


Selamat Jalan Penyair


Kini petualangan imajinasimu terhenti,

sebab tak ada yang mampu menghentikan maut

Tuhan pun terpagut olehnya

tanpa buru-buru maut menjemput pulang,

Kini tinggal kata-kata yang sempat terlintas di hati siapa saja,

merangkai elegi rindu,

mendoakan keselamatanmu


Kini permenunganmu akan makna berhenti,

Tuhan mengisyaratkan imajinasimu satu demi satu, memahat pada hati siapa saja,

dan membuatmu bertanya, "apa gerangan mereka tak henti-hentinya 

mendoakan keselamatanku? Bilakah aku menulis puisi lebih banyak di sana?"

Kini tanggal kepergianmu terpahat pada obituarium, diam-diam siapa saja 

menulis riwayat hidupmu dan syair-syairmu.

berlomba-lomba menjadi seperti dirimu 


Kini pencarianmu akan pemilik puisi terselesai

peluh keletihan dan penderitaan pun selesai

pergi dengan membawa Sajak Kecil untuk Tuhan

Kini jejak-jejak imajinasimu tak lekang oleh waktu, melintasi zaman-zaman 

dan membuatmu bertanya,"Sungguhkah aku 

yang menulis puisi ini? Aku sudah lupa, tapi kamu sungguh-sungguh ingat!"


Selamat jalan penyair

abadi dalam puisi

Puisi adalah surga abadimu.

Ledalero, 10 Oktober 2021.


*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere-Flores-NTT.


Post a Comment for "Selamat Jalan Penyair dan Puisi lainnya"