Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antologi Puisi Istha Meo

Penyair: Istha Meo


BELUM HILANG

Dari jendela kamar
Aku menjulurkan kepalaku
Menyusuri jejak kakimu,
Kau melangkah dengan pelan
Seakan tak ingin aku tahu bahwa kau diam-diam mengunjungi luka yang belum pulih
Sip, sadarkah kau, ada dahaga yang merindukan air?
Jangan saja malam menghampiri,
Hatiku ramai dengan rinai tangis
Ternyata aku masih merindukanmu.
Terkadang, aku bertanya kepada diriku, mengapa aku berada di setapak ini lagi? Bukankah setapak ini sudah kulewati?
Berpapasan dengan hari-hari yang bisu, yang telah lama lewat, tapi tak pergi-pergi
Aku yang gila ataukah cintamu yang terlalu membekas?

PERIHAL HUJAN

Hujan seringkali menangisi dirinya sendiri,
Di tengah haru biru langit 
Ia meneguk dirinya satu per satu
Mengenang lewat ingatan
Dari harapan untuk lupa saja, tak ada yang ia pendam,
Semuanya ia katakan dengan jujur,
Mendung ia buka dalam rintikan
Barangkali hujan tak sanggup lagi
Di antara jalan-jalan yang basah, 
Ada makna lesu yang menyusup masuk isi kepala,
Sampai tiba pada malam
Semua belum selesai 
Hanya saja raga perlu bercumbu dengan sang guling,
Sekian dulu perihal hujan.


KEPADA SENYUMMU

Kepada senyummu
Yang hangat,
Kutitipkan lumatan pada cangkir kopi yang kuseruput di senja kemarin,
Gaduh gemuruh lidah menyepi seperti humor kering dari bibirmu.

Kepada senyummu
Yang sederhana,
Jangan lagi paradoksal,
Bukankah senyummu adalah doa-doa bisu yang tak gegas?



*Istha Meo, Mahasiswi UNIKA St. Paulus Ruteng ini sering menulis puisi dan mengikuti organisasi sosial kampus.

Post a Comment for "Antologi Puisi Istha Meo"