Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tinggal Sesaat Saja dan Puisi lainnya

Melki Deni

Tinggal Sesaat Saja

Sesaat pun hampir tiba, sewaktu detik-detik mulai berhenti

mengelilingi lingkaran yang membosankan itu. Mengapa kita masih bercakap

dan berkemas-kemas, sementara Sesaat terus mengintip,

berbisik pada gelapnya malam dan kian mendekat. Di sana, mereka menyebut Sesaat ialah Duka, yang menyekap sejarah dan bunyi tiada daya. Dan kita turut setia tersekat dalam ketidakpastian.

Kita tidak perlu risau dan bertanya Ke manakah Kita?

Duka membelit kepala tiap kali kita tiada di sana,

Menyusup ke dalam sela-sela nasib. Tetapi bila ia dicabut,

kita pun tidak mengakuinya lagi.

Tempat tidur menghibur malam, dan pembaringan

meringankan duka yang tak terbilang, seketika bayang-bayang masa depan mengabur di langit-langit itu.

Duka pun mulai gugur,

di sana kita tidak lagi menangis dan meratap,  meski mereka berbahagia.

Sehabis Duka mengenal batas-batas nasib

Sehabis memasung Bahasa,

Sehabis menghentikan bunyi. Dan terdengar: selesailah, ambyar!!



Kopi Pagi

1/

Kalau aku ngopi pagi seperti ini

Ingin sekali kudengar lagi Bahasa yang sempat diucapkan ibu;

Sekolah-lah, anakku sayang, tuntutlah ilmu setinggi langit

sekolah-lah di dunia luas. Railah kebenaran yang sederhana, anakku sayang,

genggamlah kejujuran erat-erat. Hidup terlalu berat,

yang ringan hanya tidur lagi setelah bangun pagi.

Ibu terlalu tua untuk memerangi usia yang pelan-pelan menghabisinya.

 

2/

Kalau aku ngopi pagi seperti ini

Ingin sekali kudengar lagi kelakar yang sempat dituturkan ayah;

Belajarlah berjenaka, anakku sayang, sebab jenaka lebih jujur dari kebenaran.

Kebenaran hanya menirukan atau mengulangi ekspresi yang pernah ada di dunia.

Anakku sayang, belajarlah berjenaka, sebab yang jenaka adalah penemu Bahasa kreatif, anti-repitsi, duplikasi dan mimesis. Hiburlah hidup ini, jangan terlalu keberatan menjadi bahan tertawaan bagi dunia. Dunia sungguh sangat terlalu sibuk memikirkan kesibukannya sampai lupa bagaimana menghibur diri dan tertawa. Hidup ini sungguh sangat kejam,

yang beradab hanya ingatannya. Seperti sejak permulaan Sang ayah tidak pernah mau kalah.

Ayah pun sungguh amat sibuk mencari pengalaman agar menjadi penasihat yang bijak di usia tua sampai lupa bagaimana cara mengabadikan dirinya di dunia.


 3/

Kalau aku ngopi pagi seperti ini

Ingin sekali kubaca lagi catatan pinggir Goenawan Mohamad pada buku itu;

Ingatan hanya bangkit ketika ia ditinggalkan,

ketika sesuatu yang baru datang. Barangkali ia benar,

kopi pagi mengandung ingatan.


*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero-Maumere-Flores-NTT

Post a Comment for "Tinggal Sesaat Saja dan Puisi lainnya"