Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenang Mantan dan Puisi lainnya

   Angelina Leven

MENGENANG MANTAN

Pada masa berpacaran—dia menangis tanpa mengemis.
hanya dengan memeluk bantal tangisannya reda,
sebab dia lupa nada dasar agar menangis dengan meyakinkan bertahan lama,
namun bantal begitu rakus melahap air mata sayang—bantal menggemuk.
mengingat rindu meluap yang lahir dari rahim facebook, dan cecak diam melotot. 

Setelah putus, saya seperti dia, menangis tak perlu mengemis
untuk mengalirkan rindu yang meluap yang lahir dari rahim facebook—seperti dia sediakala. 
asin air mata yang menyusuri lorong-lorong sepi tanpa omelannya,
namun dia barangkali takkan ada,
mengingat waktu tak bisa ditaklukkan.


TENTANG TAMU ASING

Dalam doa burukku dia datang dengan obor berkobar-kobar di tangan kanan, 
berambut panjang, kulit berkilauan pulang dari suatu kota,
dan berkata, “berhentilah berdoa. Malam ini aku tidur dengan kekasihmu di rumahmu. Sebelum itu, aku makan otakmu, dan pikiranmu kubuang ke neraka, tempat api tak terpadamkan membakar para pelahap. Esok pagi, aku memandikan kekasihmu, dan kau kubiarkan mandi sendiri di kolam.”

Di teras kota,  seolah-olah pigura sedang membentuk peristiwa itu, 
Apakah aku sudah lupa atau dia sendiri tak pernah tahu apa itu lupa. 
Apakah aku asing?

Atau mungkin dia yang selalu mengasingkan aku. 

Dalam doa burukku dia perkenalkan diri tanpa identitas diri.
Dalam doa burukku aku tak tahu siapa yang berbicara dengan aku.

*Puisi Melki Deni, mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT. 

Post a Comment for "Mengenang Mantan dan Puisi lainnya"