MENCURI ADALAH dan Puisi lainnya
MENCURI ADALAH
Kita mencuri, dan ruang sangat sempit,
Tapi waktu selalu pelit. Yang luas dan pemberi ialah sempat dalam sempit.
Kau suka menabung air mata pada tempayan yang disimpan di bawah bantal,
Agar nanti bisa menjadi hidangan terlezat bagi tamu baru dari surga sana.
Aku melihat dirimu di dalam matamu sedang menangis megap-megap di bawah bantal.
Sedangkan kau melihat aku di dalam mataku sedang melihatmu yang lagi menulis sajak tentang mencuri. Pada baris pertama kau tulis: mencuri adalah ketika aku rindu mencintaimu dengan sempurna, dan aku larang melibatkan Tuhan di dalam perkara ini.
Mengapa? Tanyaku dalam hati.
“Awas Tuhan tidak merestui.” Begitulah bunyi pada baris kedua buku itu.
Lalu baris ketiga berbisik: Mencuri adalah ketika kau menerima aku dengan penuh kebingungan dan berhenti mencuri yang lain. Lalu membakar buku untuk yang lain tanpa menulis sepatah huruf atau setitik noda pena di dalamnya.
Dan baris-baris selanjutnya. Selalu diawali mencuri adalah.
Kau pencuri.
Aku pencuri.
Kita tidak pernah mencuri.
CUEK
Sheena, kekasihku, memperbarui foto profilnya 7 menit yang lalu;
dengan caption—judul foto,”Jangan sesekali latih cuek. Sebab cuek itu sebuah usaha pemblokiran perasaan dan membunuh serbuan rindu.”
Sheena merasa sepi bersama Hampa di kamar kecil selalu tidak pada saatnya. 177 orang yang menyukai; 77 orang yang bilang luar biasa; 27 orang yang tertawa; 17 orang yang merasa peduli; 7 orang yang marah; dan tidak ada yang merasa sedih.
Sekarang pukul 17:07. Langit masih remang-remang dan kota cukup diam.
Sepertinya sudah banyak orang sedang aktif tarik-ulur di beranda entah; Facebook, WhatsApp, Instragram, Messenger, YouTube, dll. Sheena segera buang buku, dan entah jatuh di mana saja. Tugas-tugas menumpuk yang kurang perhatian merasa sedih bersama meja belajar di kamar kecil ini.
Sheena selfi tuju kali dengan lanskap; meja belajar, buku pada halaman 76-77, lampu belajar, laptop dengan tampilan halaman Microsoft Word lagi kosong, dua salon kecil di samping, lampu kelap-kelip, dan foto saya yang ada di bingkai duduk. 7 jam yang lalu sudah diunggah di media massa.
Dari ratusan teman facebook berkomentar, tiga komentar yang lebih menohok, dan mempercepat kerja jantung, Sheena, kekasihku.
“Termasuk cuek terhadap buku-buku, dan tugas-tugas”,
“Iya, Sheen, tapi jangan cuek dengan air yang terus mengalir dari keran dispenser tanpa ada gelas yang menada. Sebab air yang mengalir ke lantai tidak pernah menyalahkan keran”,
“Luar biasa, cantiknya. Senyum dua kali dulu. Tapi, sialnya foto keluarga tanpa bingkai malah ditindis oleh tanganmu yang lagi pegang tongsis”.
Sheena lagi latih cuek dengan keluarganya!
Sheena, kekasihku dicuek lagi?
INSOMNIA
Tiap malam aku seperti penjaga malam,
sebab pacarku insomnia bukan karena mengidap penyakit—tapi entah mengapa tidak bisa tidur.
Padahal waktu sudah menunjukkan pukul tempat tidur. Matanya masih belalak menuju pandangan yang hampa. Di luar awan tidak kelihatan, bintang-bintang menguasai malam diam.
Kelelawar dan pasukan malam lainnya sibuk di atas atap. Dan binatang-binatang semacam nyamuk berkali-kali menabrak kaca jendela. Sesekali buah, daun-daun dan ranting-ranting kering jatuh di atas atap; sebentar saja pacarku kaget—seolah-olah ia baru pulang dari tempat yang asyik dan acaranya menarik. Ia betah dengan dunianya.
Aku pernah tanya mengapa dia seringkali susah tidur tiap malam? Malam itu aku tidak kuat lagi. Sebab pagi-pagi esok aku harus olah raga supaya kelihatan awet muda.
Aku tidak pernah mau berjaga—bahkan aku sangat benci berjaga itu! jawabnya tiap kali.
Tapi kau melakukannya tiap malam? Tiap sore hari aku selalu larang kau jangan tidur larut malam ‘kan! Aku mulai naik pitam.
Iya, aku tahu itu. Kau larang aku jangan tidur larut malam tiap malam, ‘kan? dia tanya lagi! Tiap kali aku mau mau tidur, kenapa kau datang kunjung dalam ingatanku dan ajak aku sebuah tempat asing tiap malam? Apakah aku harus cuek?
Kunjunganmu dan rindu ini membuat aku insomnia.
Bukankah kau pernah bilang cuek ialah upaya penghapusan cinta dan catatan-catatan tentang kita.
22 Mei 2020
*Puisi Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
Nice...., Begitu teliti deskripsinya. Dialog yang lumrah, tapi konsepsional. Saya suka "cuek". Pesannya bagus: jangan lupa keluarga, orang paling karib dlaam hidup. Kamera mengartifialkan yang esensial, bahkan menjauhkan manusia dari dirinya, dari keluarganya.... Salut!
ReplyDeleteTerima kasih banyak ya!🤗🤗🤗
ReplyDelete