Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aku Duduk dalam Debu dan Abu dan Puisi lainnya

Aku Duduk dalam Debu dan Abu

Melki Deni

Udara dingin berjalan pelan, 

membuat aku tak bisa melupakan semuanya. 
Hidup ini sederhana; cukup mengisyaratkan hal-hal ganjil 
yang dipendam di dalam hati selama ini. 

Rintik hujan kecil jatuh di jidatku, 
Aku membiarkan rintik hujan kecil itu menyusuri jejak langkahku,
Mencuci debuku yang mengotori jalan ke hulu hati,
Yang darahnya berkecipak-kecipak tiap kali,
Membuat abuku tak bisa berhati-hati. 

Aku baru saja bangkit dari dua pijakan; antah-berantah dan
Jurang yang tak ada ujungnya,
Aku lari ke jalan yang tak ada ujungnya,
Sambil meratapi kepengecutanku masa lalu. 
Di sini aku terhenti, dan duduk. 

Yang Bisu di dalam diriku berkisah tentang hal-hal ganjil yang belum selesai,
Kepedihan yang belum berakhir,
Dan kerinduan yang tak berdasar tidak berhenti. 

Di sini bersama rindu yang tak berdasar, 
Aku duduk dalam debu dan abu.



AKU DUDUK


Aku duduk dan meratapi kepengecutan waktu itu 
Langit-langit kamar berubah menjadi layar proyektor;
menayangkan ulang adegan demi adegan 
yang menyebabkan aku hanya sanggup menelan lakon kekerasan dan kekejaman.
Seperti tayangan siluet membentuk peristiwa di atas panggung prosenium, 
Tak ada yang bersuara, dan tak sempat melawan. 
Pandangan menjadi kusut; kubiarkan adegan demi adegan terjadi apa adanya, 
dan terjadi apa pun yang seharusnya tidak terjadi. 

Di sana aku dilatih menjadi orang bisu 
yang dapat meyakinkan orang-orang di sekitar.
Diam-diam ia masuk menyusuri batas-batas nasibku, 
Dan melahap masa depanku yang terbentang benderang dari masa depan.
Bisu membuat aku sendirian di dunia, 
Dan ingin rasanya segera memutuskan tarik diri dari dunia ini. 
Sebab panggung membentangkan jurang yang tak berdasar. 

Di kamar sendirian, aku baring telentang lebar,
Aku membaca kisah kanak-kanak pada buku imajinasi di dalam kepalaku, 
meratapi kepengecutan saat ini, dan 
Mengutuk masa depan yang tidak pernah pasti. 
Tiap kali membuka mata setelah pejam beberapa detik 
Aku berharap adegan ini hanya mimpi buruk! 
Namun harapan tidak juga kenyataan. 


*Melki Deni, Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT. 

Post a Comment for "Aku Duduk dalam Debu dan Abu dan Puisi lainnya"