Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puisi-Puisi Istha Meo

Penyair Istha Meo

AKU TINGGAL DI PELUKANMU


Aku tinggal di pelukanmu

Sampai aku tak lagi menggigil,

Tengah malam aku terbangun,

Mencari pelukanmu yang sudah lama kubiarkan sendiri,

Sudah hampir tiga belas tahun lamanya, 

Di atas dada yang tak melenting,

Kau biarkan aku bergulir menyusuri bidang tangguh itu,

Tak ada yang lebih kuat,

Kecuali cahaya matamu yang binar


Aku tinggal di pelukanmu,

ketika tubuhku padam dan mulai buta,

Hangat berkeliaran di setiap inci tubuh,

Dimana dingin yang tadi hiruk-pikuk menyusuri lorong-lorong sunyi?

Aku tinggal di pelukanmu,

Pelukan yang belum pernah kurasakan,

Seperti sandal dan kaki yang saling mencintai,

Terdengar sajak rahim yang tulus menjaga, semakin lelap dalam pelukanmu, ibu.


AKU DIAM 


Diam dalam rindu

Diam dalam belenggu

Diam dalam risau 

Diam dalam luka


Aku diam,

Diam meratap kau yang liar dan bingar,

Aku gagap menangkap  maksudmu

Lebih baik diam seperti air, batu, dan tanah yang tak pernah berkeluh-kesah.


Diamku telah beranak-pinak

Meregang menahan sendu,

Ada mata yang berkaca-kaca di celah diam yang terjaga,

Menyimpan sabar yang ingin lekat.


Aku diam,

Bukan karena hatiku yang getas oleh remah-remah harapan yang luntur,

Tetapi hatiku terlalu banyak lembur untuk menunggu hatimu yang tak kunjung datang.


Aku diam,

Sampai subuh rekah, beranjak ke siang bolong dan kembali lagi pada malam pekat.

Aku akan tetap diam diantara rintikan hujan sekalipun.


SAJAK MALAM


Bukan kunang-kunang 

Bukan juga bulan purnama,

Ada yang mengkerut sebelum malam,

Ada janji-janji yang terkurung dalam lingkaran ilusi.

Mengapa malam?

Bukankah malam selalu identik dengan gelap?

Malam adalah peluapan ingatan yang paling setia.

Mengenang ulang kesunyian, dan merawat rindu dengan telaten.


*Istha Meo, Mahasiswi UNIKA St. Paulus, Ruteng. Penyair berasal dari Reo, Kec. Reok. Facebook: Istha Meo



Post a Comment for "Puisi-Puisi Istha Meo"