Antologi Puisi Herman Nufa
Herman Nufa |
Kusapa Kau Korona
Sebab aku tak ingin kekal dalam kata itu
kau bersanding dengan hari dan waktu
Menyayatku secara perlahan dan kekal
Lagi menikam tubuhku dengan ciuman seribu
duri
Kau menyelip luka dicela duka
Menggendong lagi memuncratkan amarah penuh
darah
Tak hiraukan peluh tangis menghias kota
Bolehkah aku menyapamu
Kau adalah siluman kutu ijuk
Dari bangkai paling busuk
Mencari tapa dalam jejak
Hingga penat raga menusuk di negeri kelam
Kau menghias jagad
Dengan aroma paling merdu
Lagi menenun tunggul di atas abu
Lalu aku dan bumi kau dupai
Dengan telaga keruh
HILANG
lunglai jiwaku
Seakan tan bernyawa lagi
Ketika aku tahu semua
Harapanku telah mati
Istana pasir yang telah kurangkai
Begitu saja terserang oleh ombakmu
Ingin aku maki dirimu
Ketika kau meninggalkanku
Tapi aku juga merasakan nikmat
Saat aku telah kehilanganmu
Aku bahagia tidak berlama-lama denganmu
Karena jika terus bersamamu
Cibiran pastikan selalu datang padaku
Saint Rafael Ledalero
Kita
Basodara
Kau pernah bertanya
Apakah malam menjadi lengkap ketika bulan
tak ada
Juga bintang-bintang hilang sedang kita
kesepian?
Apakah sebatang lidi tidak merasa sendiri
ketika
Daun-daun gugur di samping rumah Tuhan
merindukan tanganmu
Untuk menyapu?
Katamu Lidi akan menjadi sapu ketika ia
utuh dan menyatu, bukan?
Di sini, di rumah sunyi ini
Saban hari doa-doa kita membumbung menuju langit ganih
Seperti asap dupa di bawah kaki altar
Kau tahu, Itu cinta yang tak dibahasakan
kata-kata meski ujud kita beda-beda
Kita satu dalam amin yang sama
Para malaikat juga tahu, pagi-pagi dengan
kepala tunduk
Kita merunduk menjawab serentak kata amin
penuh iman di bawah kapel tuhan
Ini rumah, tempat paling ramah yang
menjadikan kenangan kita begitu mewah
Lebih-lebih bikin kita merasa betah
Beta,
lu, katong basodara meski tak benar-benar
sedarah di bawah atap yang sama
Kita adalah sekelompok anak kalimat yang
berbeda di tangan penyair
dan
ingin jadi puisi yang abadi
untuk kemudian dibacakan para pencari sunyi
yang ingin sendiri
Kita adalah warna-warni bianglala sehabis
hujan
dan ingin menghapus cemas di mata
cerita-cerita kita adalah tentang menjawab
pertanyaan-pertanyaan
yang terpaku di langit
di sini, di rumah sunyi ini mungkin kisah
kita terasa singkat
tetapi ingat sodara, rindu kita itu mengikat
kita basodara
cerita kita bukan tentang saling silang
atau memendam dendam
kita saudara yang sedang berlari untuk
memeluk mimpi-mimpi
sambil menaruh harap dengan sabar agar
persaudaraan kita tumbuh lebih subur
melebihi kisah dua belas rasul yang
mengitari meja perjamuan
kita sedang belajar untuk paham dan
mengerti bahwa kita tidak pernah sendiri
di sini, di rumah ini kita menyulam
sepi sambil menaruh harap
agar cerita-cerita dalam perbedaan kita
menjadi abadi
di nada juga di nadi di kepala juga di
dada
kita tetap basodaraaaaaa….
*Herman Nufa, Mahasiswa Fakultas PKK Ledalero Maumere-Flores-NTT
Post a Comment for "Antologi Puisi Herman Nufa"